Kalisari dengan Home Industry Tahunya

  • Oct 17, 2019
  • Kalisari

Kalisari,- Ketika kita melewati jalan raya Curug Cipendok, kita akan melihat reklame " SENTRA INDUSTRI TAHU ", kemudian setelah memasuki kawasan desa kalisari, kita akan melihat gapura Selamat Datang dan tidak jauh dari itu, kita juga akan melihat Tugu Tahu. Menjadi Sentra Industi Tahu, Kalisari dikenal sebagai Desa yang sedikit banyak dapat mengolah potensinya menjadi ikon tersendiri bagi desa, baik di tingkat kecamatan bahkan tingkat kabupaten. Bagaimana tidak, desa yang dikenal juga Desa Penge " TAHU " an ini setiap harinya mampu memproduksi Tahu dengan bahan baku kedelai sebanyak -+ 10 ton. Jumlah yang banyak ini tidak serta merta di produksi oleh satu dua orang, melainkan sekitar 248 Home Industry yang tersebar di berbagai penjuru desa. Produksi masing-masing produsen tidak sama, ada yang hanya 10 kg kedelai, bahkan sampai ada yang 200 kg kedelai perhari dan menghasilkan tenaga kerja mencapai 5 orang per rumah produksi. Jika dilihat dari sisi ekonomi, tentu perputaran uang cukup banyak untuk desa setingkat kecamatan yang berada di pinggiran kota. Hal ini yang menyerap tenaga kerja dan pangsa pasar yang besar. Untuk penjualan tahu sendiri sampai jauh ke Kebumen, Bumiayu bahkan ada yang sampai Sidareja , ada yang menggunakan motor, mobil bahkan menggunakan angkutan umum dan beberapa kali pindah trayek. Pasar terdekat juga banyak penjual tahu dari kalisari, seperti Pasar Cilongok, Pasar Ajibarang dan ada yang di jual secara keliling. Di balik semua itu sudah menjadi hukum alam, suatu benda di buat atau di konversikan ke benda lain pasti menyisakan limbah, hal inilah yang membuat Kalisari memanfaatkan limbah dari produksi tahu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan dan kembali ke masyarakat. Limbah tahu terbagi menjadi 2, yaitu :

  1. Limbah Cair
  2. Limbah Padat
Limbah cair adalah sisa hasil produksi tahu, karena untuk mengolah tahu, kebutuhan air itu sangat banyak, mulai dari merendam kedelai, memasak bubur kedelai, sampai proses menyaring bubur tahu dan pada saat proses pengepresan tahu. Limbah cair inilah yang mana jika di buang sembarangan akan menyebabkan bau yang menyengat dan sudah pasti mencermari lingkungan. Kemudian, terciptalah IPAL yang di gagas oleh pengraji tahu yang di fasilitasi oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang pada saat itu di jabat oleh Gusti Muhammad Hatta dan di sahkan langsung oleh beliau. IPAL atau bisa di sebut Instalasi Pembuangan Akhir Limbah di gunakan untuk menampung air limbah dan menghasilkan energi terbarukan berupa gas yang bisa di manfaatkan oleh warga untuk memasak kebutuhan rumah tangga. Sampai tahun 2019, IPAL sudah di bangun mencapai 6 IPAL yang tersebar pada masing-masing kelompok pengrajin tahu. Kemudian limbah padat, yaitu ampas tahu, atau dikenal dengan " Ranjem ", bisa dimanfaatkan hanya sebagai pakan ternak dan pemanfaatan yang lain dibuat menjadi olahan makanan berupa kerupuk. Ranjem yang kaya akan serat, apabila di olah dengan baik juga akan menghasilkan makanan yang enak juga bergizi. Namun untuk pengrajin Kerupuk Ampas Tahu tidak cukup banyak sebanyak pengrajin tahu, diantara Pengrajin adalah Bapak Suwardi ( 06/02 ), Delli S ( 03/02 ) dan Feri ( 06/02 ). Mereka lah yang masih istiqomah dengan produksi kerupuknya. Dengan modal ketekunan, produksi ini semakin kesini semakin di lirik oleh pasar sehingga permintaan pasar terkadang tidak terpenuhi oleh produksi. Produksi kerupuk tergantung cuaca, karena hampir 50% proses pembuatan menggunakan tenaga matahari, atau ada proses penjemuran dimana harus dengan teriknya matahari. Jika pada saat terik, sehari bisa langsung pengepakan krupuk, tapi jika cuaca kurang mendukung, bisa berhari-hari dan menekan angka produksi yang berkurang. Kenapa tidak pakai oven atau alat pengganti sinar matahari? Hal ini yang masih sulit karena biaya operasional jauh lebih mahal ketimbang menjemurnya di bawah terik matahari. Kedepannya, pengrajin tahu dan kerupuk ampas tahu akan menjadi primadona warga Kalisari, karena jika telaten, akan menjadi usaha yang menggiurkan, bukan tidak mungkin para sarjana muda terjun kedalam usaha ini dengan inovasi yang lebih baik, memangkas biaya produksi dan pemasaran yang mudah. Nah, itulah gambaran potensi Desa Kalisari yang sedikit banyak merubah perekonomian warga masyarakat juga dapat mengangkat nama Kalisari di tingkat Nasional. (Ajund/red)